Rabu, 10 Agustus 2016

Sistem Penyelenggaraan Makanan Di Panti Sosial

Sistem Penyelenggaraan Makanan Di Panti Sosial 


               Menurut Maryam (2008) tujuan umum dibentuknya panti adalah meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan lanjut usia di panti agar mereka dapat hidup layak. Sedangkan untuk tujuan khusus dari pendirian panti yaitu meningkatkan pembinaan dan pelayanan kesehatan lanjut usia di panti, baik oleh petugas kesehatan maupun petugas panti, meningkatnya kesadaran dan kemampuan lanjut usia khususnya yang tinggal di panti dalam memelihara kesehatan diri sendiri dan meningkatnya peran serta keluarga dan masyarakat dalam upaya pemeliharaan kesehatan lanjut usia di pantiPenyelenggaraan makanan adalah rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada konsumen dalam rangka pencapaian status kesehatan yang optimal melalui pemberian makanan yang tepat dan termasuk kegiatan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi(Depkes,2013).                                                                                                                                                                                 
               Penyelenggaraan makanan institusi bertujuan untuk mencapai status kesehatan yang optimal melalui pemberian makanan yang tepat. Apabila manajemen pengelolaan gizi institusi baik maka pangan yang tersedia bagi seseorang atau sekelompok orang dapat tercukupi dengan baik pula (Setyowati, 2008).                                                                                                                                       Keberadaan penyelenggaraan makanan untuk orang banyak (institusi) menjadi hal yang sangat penting untuk dapat menyediakan makanan yang berkualitas baik, memenuhi kecukupan gizi, bervariasi, dapat diterima dan menyenangkan konsumen dengan memperhatikan standar sanitasi dan kebersihan yang tinggi termasuk macam peralatan dan sarana yang digunakan (Moehyi, 1992).
 
Sejarah Manajemen Penyelenggaraan Makanan

          Penyelenggaraan makanan kelompok sudah dikenal sejak zaman dahulu. Dalam pembuatan bangunan, seperti kuil, candi, piramida atau benteng. Di Indonesia kegiatan upacara agama dan upacara adat, penyajian makanan merupakan kegiatan pokok, baik sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa maupun sebagai ungkapan rasa hormat terhadap para tamu yang hadir. Penyelengaraan makanan kelompok secara lebih professional baru dimulai pada pertengahan abad ke-17 bersamaan dengan awal revolusi industri di Eropa. Pada masa itu dirasakan perlu adanya usaha untuk meningkatkan produktivitas kerja para pekerja di berbagai industri. Robert Owen adalah salah seorang tokoh industri di Eropa yang mempelopori penyelenggaraan makanan bagi para industri yang dikelola secara efektif dan efisien. Inilah awal dari penyelenggaraan makanan industry (Moehyi, 1992).                 
         Menurut Moehyi (1992) penyelenggaraan makanan non komersial berkembang sangat lambat. Pengelolaan yang tidak baik, karyawan yang tidak terlatih, dan biaya yang terbatas menyebabkan penyelenggaraan makanan institusi nonkomersial itu belum berubah. Hal inilah yang menyebabkan penyelenggaraan makanan di berbagai institusi selalu terkesan kurang baik, seperti di panti asuhan, lembaga pemasyarakatan, bahkan di asrama-asrama pelajar.                                                    
         Menurut Departemen Kesehatan (2007) ada tiga jenis pengelolaan penyelenggaraan makanan yaitu swakelola, outsourcing, dan kombinasi kedua-duanya. Swakelola artinya sistem penyelenggaraaan makanan yang dilakukan menggunakan seluruh sumber daya yang disediakan oleh institusi tersebut begitu juga pengelolaan dan kebijakan yang berjalan di dalam insitusi. Keuntungannya adalah pengawasan dapat dilakukan di setiap langkah atau proses kegiatan secara langsung dan tenaga instansi banyak berperan. Sedangkan kelemahannya adalah untuk dapat melakukan seluruh proses kegiatan dibutuhkan tenaga dalam jumlah besar dan kualifikasi yang sesuai serta kebutuhan sarana dan prasarana termasuk peralatan masak dan peralatan makan yang besar.
 
Prinsip Penyelenggaraan Makanan Institusi

Berdasarkan Moehyi (1992) prinsip manajemen yang paling utama adalah menetapkan terlebih dahulu strategi yang akan digunakan dalam penyelenggaraan pelayanan makanan tersebut agar dapat mencapai kemampuan yang tinggi dalam memberikan pelayanan. Menurut Departemen Kesehatan (2003) untuk mencapai tujuan manajemen penyelanggaraan makanan dibutuhkan penerapan prinsip sistem yaitu strategi yang menetapkan masukan (input) meliputi tenaga, dana, fasilitas, bahan makanan, prosedur. Kemudian dilanjutkan dengan proses yang meliputi penyusunan anggaran, perencanaan menu, penyusunan kebutuhan bahan makanan, pembelian bahan makanan, penerimaan bahan makanan, penyimpanan bahan makanan, persiapan dan pengolahan, pendistribusian, pelaporan, evaluasi. Dimana selama proses berlangsung dilakukan pengawasan dan pengendalian dan yang terakhir adalah keluaran (output) yaitu makanan yang memenuhi syarat gizi dan sanitasi, cita rasa dan pelayanan yang baik.

Sistem Penyelenggaraan Makanan di Panti

Sistem Penyenggaraan Makanan di Panti meliputi sumber daya manusia, dana penyelenggaraan makanan dan sarana fisik dan peralatan. Sumber daya manusia dalam penyelenggaraan makanan di panti dapat dilihat dari beberapa aspek, seperti pembagian dalam bekerja, status pendidikan tenaga pengolah serta kesesuaian jumlah tenaga pengolah (Depkes 2011). 
Menurut Moehyi (1992), masalah ketenagaan merupakan titik yang paling lemah dalam penyelenggaraan makanan, baik yang bersifat komersial maupun non komersial. Penyelenggaraan makanan di berbagai institusi terutama non komersial, seperti di panti, asrama, dan lembaga pemasyarakatan hanya menggunakan tenaga-tenaga juru masak yang mengandalkan bakat alamiah semata. Jumlah tenaga dalam penyelenggaraan makanan juga harus diperhitungkan sesuai dengan beban tugas yang harus dilakukan. Tenaga yang melebihi kebutuhan akan menjadi beban terutama pada penyelenggaraan makanan komersial, sebaliknya kekurangan tenaga akan menyebabkan ketidaklancaran berbagai kegiatan dalam penyelenggaraan makanan. Menurut Depkes (2011) sarana fisik dapat diukur dengan melihat ada/tidaknya pembagian ruang dalam proses penyelenggaraan makanan, memperhatikan luas bangunan yang digunakan dan juga kontruksi, pencahayaan serta pertukaran udara selama proses penyelenggaraan makanan berlangsung.

Proses Penyelenggaraan Makanan

Berdasarkan Depkes (2011), proses penyelenggaraan makanan mencakup kegiatan/subsistem penyusunan anggaran belanja makanan penyediaan/pembelian bahan makanan, persiapan dan pemasakan makanan, penilaian dan distribusi makanan, pencatatan, pelaporan, dan evaluasi yang dilaksanakan dalam rangka penyediaan makanan bagi kelompok masyarakat di suatu institusi.
1.       Perencanaan Menu
Perencanaan menu dapat dinilai dari berbagai aspek, seperti adanya
petugas perencanaan menu, memperhatikan siklus menu, ketersediaan bahan
makanan, dana yang tersedia, kebutuhan gizi konsumen, evaluasi menu serta
keterlibatan ahli gizi dalam proses perencanaan menu (Depkes 2011).
2.       Pembelian, Penerimaan, dan Penyimpanan Bahan Makanan
Penerimaan bahan makanan merupakan suatu kegiatan yang meliputi
pemeriksaan, meneliti, mencatat, dan melaporkan macam, kualitas dan kuantitas
bahan makanan yang diterima sesuai dengan pesanan serta spesifikasi yang telah ditetapkan (Depkes 2006).  Pembelian dan penyimpanan bahan makanan dapat dilihat dari berbagai aspek, seperti memperhatikan jangka waktu dan kualitas bahan makanan pada saat pembelian, penerapan sistem FIFO (First In First Out), tempat dan suhu dalam penyimpanan bahan makanan (Depkes 2011).
3.       Pengolahan Bahan Makanan
Pengolahan bahan makanan di panti dapat dilihat dari pembagian proses dalam pengolahan (persiapan dan pemasakan), memperhatikan standar porsi serta penggunaan bahan tambahan pangan dalam proses penyelenggaraan makanan (Depkes 2011).
4.       Distribusi Makanan
Pada tahap pendistribusian dan penyajian
ini, perlu diperhatikan beberapa hal, seperti makanan harus didistribusikan dan
disajikan tepat waktu, makanan yang disajikan harus sesuai dengan jumlah atau
porsi yang telah ditentukan, dan kondisi makanan/temperatur makanan yang
disajikan juga harus sesuai (Depkes 2011).
5.       Higiene dan Sanitasi
Aspek higiene dan sanitasi dapat dinilai dari
kelengkapan pakaian dan alat yang digunakan serta perilaku tenaga pengolah
selama proses penyelenggaraan makanan berlangsung, selain itu ketersediaan
alat penunjang kebersihan yang tersedia (Depkes 2011).


 DAFTAR PUSTAKA 


Departemen Kesehatan, 2011. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096/Menkes/PER/VI/2011 Tentang Higiene Sanitasi Jasa Boga. Jakarta : Depkes 
Departemen Kesehatan, 2006. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta : Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Direktorat Gizi Masyarakat-Depkes
  Departemen Kesehatan,2003. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Direktorat Gizi Masyarakat. Depkes R.I, Jakarta

Moehyi. S. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Jakarta : Bhratara


     Setyowati, 2008. Sistem Penyelenggaraan Makanan, Tingkat Konsumsi, Status Gizi Serta Ketahanan  Fisik Siswa Pusat Pendidikan Zeni Kodiklat Tni Ad Bogor Jawa Barat. Skripsi Sarjana. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar